SIGMA TV UNJ - Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) permasalahan negara yang masih marak terjadi di Indonesia. Masalah ini hampir setiap saat menjadi perbincangan dan menimbulkan perdebatan panas. Hal ini terjadi karena lemahnya dan tidak independennya lembaga penegak hukum Indonesia.
KKN rupanya telah merebak pada berbagai sektor, mulai dari sektor pemerintah hingga sektor swasta. Pemanfaatan kekuasaan demi memperkaya keluarga merupakan sebuah penyakit yang membahayakan negara. Bagaimana tidak? Jika banyak anak muda pintar dan rajin di pelosok negeri yang memiliki kompetensi namun harus mengalah karena tidak adanya akses. Peluangnya telah direbut oleh orang-orang egois yang tidak bertanggung jawab demi menempati posisi dalam sektor tersebut dengan bantuan yang biasa disebut “orang dalam”.
Padahal nyatanya, banyak anak muda yang masih menganggur dan sibuk mencari kerja, namun di sisi lain ada seorang anak yang bahkan dicarikan dan diberikan posisi pekerjaan oleh orang tuanya.
Salah satu faktor mengapa praktek tersebut kerap terjadi adalah penegak hukum itu sendiri. Korupsi dan manipulasi yang terjadi di lembaga penegak hukum tersebut membawa perkara di KPK yang tidak dapat ditindaklanjuti menjadi bukti adanya intervensi kekuasaan yang menghambat perkara tersebut, sehingga penegak hukum tidak dapat melakukan kewajiban mereka sebagaimana mestinya. Hal-hal tersebut semakin menunjukkan bahwa lemahnya dan tidak independent nya lembaga penegak hukum Indonesia.
Menurut Abraham Samad, mantan Ketua KPK. “SDA ini menjadi kutukan, bukan keberuntungan”. Hal ini dikarenakan banyak Sumber Daya Alam (SDA) di wilayah Indonesia, namun wilayah tersebut bukan menjadi maju, melainkan terus dirampas kekayaan alamnya. Kalimantan merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang (SDA) nya sangat banyak. Namun, hal tersebut tidak lantas menjadikan Kalimantan sebagai wilayah yang makmur. Sebaliknya, Kalimantan termasuk salah satu wilayah termiskin di Indonesia.
Mereka bekerja demi kekuasaan semata. Nyatanya banyak aparat negara yang merangkap sebagai pengusaha. Orang-orang seperti itu hanya berfikir bagaimana caranya untuk mempertahankan kekuasaan, bukan berpikir caranya mensejahterakan rakyat.
“Korupsi di Indonesia ada 3 faktor, karena kebutuhan, kesempatan, atau keserakahan”, tutur Ubedillah Badrun (Sosiologi politik UNJ). Menurutnya, korupsi di Indonesia sudah masuk faktor keserakahan. Pengusaha, oligarki, dan Peng-Peng (kelompok kolaborasi antara penguasa politik dan pemilik modal besar yang mengatur keputusan negara), menjadi mayoritas di Indonesia dan bersatu dalam sebuah praktek di negara kita yang disebut Korupsi. Hasil dikorupsi tersebut digunakan negara untuk hidup masyarakat. Apabila mereka mencuri uang tersebut, maka sama saja dengan mengambil hidup masyarakat.
Pemerintah dan negara memiliki kewajiban untuk mengubah negara. Tugas pemerintah sebagai penyelenggara negara adalah memenuhi, menghormati, dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). HAM yang termasuk ekonomi, sosial, budaya, mendapatkan pendidikan, dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, serta mendapatkan kesejahteraan hidup. Sebuah negara bisa ada dan terbentuk karena adanya masyarakat. Masyarakat Indonesia diajarkan untuk menjadi warga negara yang baik, patuh, dan taat hukum. Namun, jarang sekali warga diberikan pendidikan bahwa negara harus memenuhi hak-hak warga negara. Kita sebagai warga negara berhak menuntut negara, secara ekonomi karena membayar pajak kepada negara.
Semua orang berhak untuk mengenyam pendidikan hingga tinggi tanpa takut dengan faktor ekonomi. Namun gaji yang kecil, ditambah korupsi yang merajalela. Mampukah seseorang mengenyam pendidikan? Mampukah orang tua membiayai pendidikan anaknya? Jika negara dikelola dengan baik, korupsi ditumpas, dan kolusi ditiadakan. Dengan harapan, kemiskinan akan menjadi mungkin untuk dihilangkan setidaknya diminimalisirkan. SIGMA TV UNJ/Rizky Diva Suryana
Comments