SIGMA TV UNJ — Solidaritas Pemoeda Rawamangun (SPORA) bersama mahasiswa Universitas Negeri Jakarta telah melaksanakan seruan aksi pendidikan mahal di Kampus A Universitas Negeri Jakarta, Selasa (14/05), menolak penerapan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Beberapa point yang dituntut dalam aksi ini yaitu:
Hapus luran Pengembangan Insitusi (IPI)
Menolak implementasi Permendikbudristek Nomor 2 di Lingkungan UNJ
Tingkatkan Persentase Kelompok UKT 1 dan 2 dari 20 persen menjadi 40 persen untuk mahasiswa baru
Setelah diterbitkannya Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kepmendikbudristek) tahun 2024. Beberapa kampus ternama di seluruh negeri telah memutuskan untuk meningkatkan biaya kuliah, baik melalui Uang Kuliah Tunggal (UKT) maupun Iuran Pengembangan Institusi (IPI). Dalam peraturan tersebut Sumbangan Pengembangan Universitas (SPU) yang sebelumnya dikenal sebagai sumbangan sukarela kini diganti menjadi Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang bersifat wajib. Perubahan ini tidak hanya mencakup terminologi tetapi juga besaran nominal yang dipatok, yang dinilai sangat tinggi dan mencapai hingga ratusan juta rupiah. Kenaikan biaya kuliah yang sangat drastis ini memicu gelombang penolakan dari mahasiswa.
Di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), pematokan IPI memang dibagi menjadi empat kelompok dengan nominal yang bervariasi, mulai dari 8 juta hingga 100 juta rupiah per mahasiswa. Namun, tetap terdapat opsi 0. Jika, pada tahun ini, kampus sudah menentukan patokan-patokan nominal tersebut, hal ini berarti meninggalkan sedikit ruang bagi mahasiswa untuk menentukan sendiri jumlah yang mereka bayar.
Praktik vulgar dari komersialisasi pendidikan ini diizinkan langsung oleh Kemendikbudristek. Secara gamblang dalam Pasal 23 Peraturan Kemendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri, kementerian memperbolehkan penetapan uang pangkal gaya baru tersebut maksimal empat kali lipat dari nominal Biaya Kuliah Tunggal (BKT). Kebijakan ini mengundang kritik tajam dari kalangan mahasiswa yang menilai bahwa pendidikan tinggi semakin dijadikan komoditas yang hanya dapat diakses oleh mereka yang mampu membayar mahal.
Perubahan ini menandai pergeseran signifikan dalam paradigma pendanaan pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan mengizinkan universitas untuk menetapkan uang pangkal hingga empat kali lipat dari BKT, Kemendikbudristek seolah mengabaikan prinsip pendidikan sebagai hak dasar yang harus dapat diakses oleh semua warga negara. Kebijakan ini memperlihatkan komersialisasi pendidikan yang kian kentara, di mana aspek profit lebih diutamakan dibandingkan dengan misi sosial pendidikan.
Dr. Ifan Iskandar, M.Hum, selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik, mengungkapkan bahwa “Kalau dulu ada nilai minimal, sekarang malah ada nilai 0. Hal ini bukan berarti adanya penurunan IPI tetapi justru malah ditiadakan. IPI dapat dipilih sesuai dengan keinginan mahasiswa.” Beliau juga menjamin bahwa nominal IPI juga tidak ada hubungannya dengan kelulusan jalur mandiri.
Korlap dari Solidaritas Pemoeda Rawamangun, Andreas Handy, mengungkapkan bahwa “Aksi ini dilakukan karena berdasarkan adanya perubahan Peraturan Kemendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 mengenai perubahan SPU ke IPI yang dianggap adanya kenaikan biaya kuliah yang tidak wajar. Mereka berharap UNJ dapat memberlakukan SPU 0 dan dihapuskannya golongan - golongan IPI tersebut.”
Aksi ini diakhiri dengan kesepakatan antara Mahasiswa dan Wakil Rektor I Bidang Akademik, Dr. Ifan Iskandar, M.Hum. Untuk mengadakan diskusi publik secara terbuka bagi seluruh Mahasiswa dan berharap akademisi UNJ juga turut hadir untuk menindaklanjuti pembahasan terkait data-data nominal IPI yang dituntut oleh Mahasiswa dan memungkinkan mengundang para Akademisi dan Aktivis di UNJ. SIGMA TV/INDAH PERMATASARI
Comentários