top of page
Gambar penulisSIGMA TV UNJ

Dialog Kebangsaan UNJ: Mengungkap Strategi Mengawal Demokrasi yang Jujur, Bersih, dan Damai



Rabu (7/2/2024) Dalam rangka menuju Pemilu Presiden 2024, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengadakan Dialog Kebangsaan dengan tema “Mengawal Demokrasi Untuk Pemilu Jujur, Bersih, dan Damai.” Acara ini dilaksanakan di Aula Maftuchah Yusuf, Gedung Dewi Sartika, Kampus A Universitas Negeri Jakarta.


Acara Dialog Kebangsaan ini dihadiri oleh beberapa narasumber yaitu Prof. Dr. Hafid Abbas, Bivitri Susanti S.H.,LL.M., Ubedilah Badrun, M.Si., Ketua BEM UNJ 2024 Tsabit Syahidan, dan dimoderatori oleh Dr. Robertus Robet, M.A., serta diikuti oleh para sivitas akademika Universitas Negeri Jakarta. Para mahasiswa yang hadir dalam acara Dialog Kebangsaan ini menunjukkan antusiasme yang sangat tinggi ditunjukkan dari mereka yang aktif bertanya dan mengemukakan pendapat mengenai pembahasan pada acara kali ini. 




Acara ini berisi tentang pembahasan mengenai upaya Mengawal Demokrasi Demi Pemilu yang Jujur, Bersih, dan Damai. 


Bapak Syaifudin, S.Pd., M.Kesos. menyatakan bahwa tujuan diadakannya dialog kebangsaan ini ialah untuk memberikan pemahaman mendalam tentang aspek kecerdasan politik kepada para sivitas akademika Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Selain itu, melalui dialog ini para peserta diharapkan dapat meraih wawasan yang lebih luas mengenai dinamika politik, sehingga mampu membuat keputusan yang bijak dengan berdasarkan informasi yang akurat dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan pemilu.


Dalam pernyataannya, Ibu Bivitri Susanti S.H.,LL.M mengatakan, “Memilih itu bukanlah kewajiban melainkan hak. Jangan sampai kita tertekan dan menjadikannya sebagai beban hanya karena kita harus memilih satu calon presiden saja. Memilih bukan hanya untuk Presiden melainkan juga memilih calon anggota DPR-RI, DPD, dan DPRD Provinsi.


Ibu Bivitri juga mengungkapkan pandangannya mengenai fenomena yang tengah berlangsung di mana beberapa di antaranya ialah perguruan tinggi atau universitas dituduh sebagai partisan yang menerima bayaran ketika menggunakan suara mereka untuk mengawal jalannya pemilu yang bersih. Ia menyoroti bahwa kompas moral para akademisi seringkali disalah artikan, di mana mereka yang menyuarakan pendapatnya dianggap sebagai partisan, padahal kaum intelektual seharusnya memiliki hak dan keistimewaan untuk mengejar pendidikan setinggi-tingginya. Hal ini seharusnya memungkinkan mereka untuk bersuara secara kritis dan tegas ketika dihadapkan pada situasi atau tindakan yang dianggap tidak benar.


Tsabit Syahidan menambahkan bahwa mahasiswa dapat menciptakan panggungnya sendiri untuk mencerdaskan paling sedikit, yaitu orang-orang terdekatnya untuk mengimbangi para buzzer demi menciptakan pemilu yang bijaksana dan cerdas. Panggung yang dimaksud ialah media sosial yang dapat menjangkau individu atau masyarakat dengan diskusi atau argumen yang berlandaskan atas kondisi yang sebenarnya terjadi. Tak hanya itu, mahasiswa diharapkan dapat tahan terhadap kritik yang bisa saja hadir dari gerakan perjuangan ini karena tidak sedikit yang menganggap bahwa gerakan atau aksi yang dilakukan merupakan tindakan yang dibayar atau tindakan musiman yang hanya dilakukan saat pemilu saja. 


Mahasiswa yang turut serta dalam acara ini tidak hanya hadir sebagai penonton semata, melainkan juga aktif mengungkapkan ketertarikannya melalui serangkaian pertanyaan yang mereka lontarkan kepada narasumber. 




Mereka dengan antusiasme yang tinggi menyuarakan harapan mereka untuk melihat proses pemilu yang tidak hanya diperkuat oleh kedamaian, tetapi juga didukung oleh substansi yang bersih dan transparan. SIGMA TV/Jati Pramudita





66 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page