top of page
Gambar penulisSIGMA TV UNJ

Jejak Langkah: Meretas Lentera Pendidikan di Indonesia


SIGMA TV UNJ - Pendidikan di Indonesia saat ini sudah jauh berkembang, di mana banyak siswa yang dapat mengenyam pendidikan jauh lebih layak, bahkan sudah merdeka dalam belajar tidak terbelenggu dalam mengekspresikan impiannya. Hal ini tertulis di dalam pidato Pak Nadiem Makarim dalam pidato yang berjudul, “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar.” Beliau mengatakan bahwa, “Kita sudah mendengar lagi anak-anak Indonesia berani bermimpi karena mereka merasa merdeka saat belajar di kelas. Kita sudah melihat lagi guru-guru yang berani mencoba hal-hal baru karena mereka mendapatkan kepercayaan untuk mengenal dan menilai murid-muridnya. Kita sudah menyaksikan lagi para mahasiswa yang siap berkarya dan berkontribusi karena ruang untuk belajar tidak lagi terbatas di dalam kampus. Dan kita sudah merayakan lagi semarak karya-karya yang kreatif karena seniman dan pelaku budaya terus didukung untuk berekspresi.”


Namun, hal ini tidak berlaku pada zaman penjajahan, para siswa di zaman kolonial Belanda tidak mendapatkan akses bebas dalam mengejar pendidikan karena pemerintah menerapkan diskriminasi pendidikan kepada masyarakat berdasarkan kelas sosialnya. Saat itu masyarakat pribumi hanya diperbolehkan untuk belajar sampai Sekolah Dasar, sedangkan kalangan atas dapat mengenyam pendidikan hingga luar negeri. Fenomena ini membuat Bapak Pendidikan Indonesia, Bapak Ki Hajar Dewantara tergerak untuk menjadikan pendidikan Indonesia dapat dirasakan oleh semua kalangan. Pria yang lahir di Yogyakarta tanggal 2 Mei 1889 merupakan salah satu tokoh penting dalam pergerakan pendidikan di Indonesia. 


Source : kumparan.com


Ki Hajar Dewantara memulai karirnya sebagai jurnalis di beberapa surat kabar seperti Sedyotomo, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, dan De Express. Tulisan-tulisan yang dihasilkan cukup tajam sehingga membangkitkan semangat antikolonial. Selain berkiprah di dunia jurnalistik, Ki Hajar Dewantara dan kedua sahabatnya yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo mendirikan lembaga pendidikan yang bernama Taman Siswa di Yogyakarta pada tanggal 3 Juli 1922.



Alasan Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa adalah pemerintah kolonial memperbolehkan pribumi bersekolah hanya sampai Sekolah Dasar. Hal tersebut menimbulkan pemikiran untuk menyediakan pendidikan yang berlandaskan memayu hayuning bawana atau pendidikan yang memelihara kedamaian dunia. Di Taman Siswa juga diajarkan untuk mencintai tanah air sebagai salah satu bentuk alat perjuangan dalam menggapai kemerdekaan. Dengan didirikannya Taman Siswa membuat Pemerintah Kolonial geram, oleh karena itu mereka mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar atau pembatasan pendidikan bagi pribumi pada tanggal 1 Oktober 1912. 


Berkat kegigihannya, Ki Hajar Dewantara berhasil mencabut peraturan tersebut. Seiring berjalannya waktu, pengaruh dari pemikiran Ki Hajar Dewantara masih terus melekat. Salah satunya adalah 3 semboyan yang masih terus dipakai dalam dunia pendidikan : 

  • Ing Ngarso Sung Tulodo (Di depan seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik 

  • Ing Madyo Mangun Karso (Di tengah seorang guru harus menciptakan ide) 

  • Tut Wuri Handayani (Di belakang guru harus memberikan dorongan) 

Ketiganya saling berkaitan satu sama lain yang menciptakan sebuah harmonisasi saat pembelajaran sedang berlangsung di kelas. Dengan segala jerih payahnya, setiap tanggal 2 Mei 1889 yang bertepatan dengan tanggal lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional, dimana momentum ini dijadikan sebagai ajang apresiasi bagi setiap insan pendidikan yang ada di Indonesia. SIGMA TV/Nensi Oktaviani 


Comentarios


bottom of page