SIGMA TV UNJ – Kamis (26/08/2021) Pernahkah kalian mendengar kalimat seperti, “Dia aja broken home, kenapa mau ngebahas keluarga yang harmonis?”. Lalu, ketika menjawab soal matematika yang sulit malah dibilang, “Lah, Ujian matematika lo aja dapat lima,” atau mungkin ketika lagi kumpul teman ada yang bilang, “Gue rasa bumi itu datar.” Kemudian dijawab, “Bumi bulat kali, makanya dicpitain globe."
Kalimat-kalimat tersebut merupakan contoh dari Logical fallacy. Logical fallacy dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan kesesatan berpikir. Pernah nggak denger istilah ini?
Secara umum logical fallacy adalah sebuah kesalahan berpikir atau cacat logika pada suatu argumen yang biasanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari karena penyalahgunaan bahasa dan/atau relevansi sebuah kalimat. Logical fallacy pada umumnya bisa ditemukan dengan mudah ketika berada di sebuah dialog ataupun forum diskusi. Faktor penyebabnya bisa karena kurangnya literasi, tidak mampu membuka pikiran untuk ide baru, bahkan karena tidak mau mengubah tradisi yang salah.
Jenis-jenis (penyebab dan contoh)
Dalam kehidupan kampus atau kalangan mahasiswa bahkan dosen, kejadian kesesatan berpikir atau logical fallacy ini sering terjadi, beberapa logical fallacy yang dapat kita jumpai pada lingkungan kampus dan mahasiswanya seperti:
1. Strawman.
“Kamu katanya minggu depan mau sidang skripsi? Bukan persiapan malah main hp terus!”
“Aku dari tadi main game atau liat medsos biar otak aku seger, ibu mau aku stress terus nanti sidangnya malah gagal?”
Ucapan anak terhadap ibunya tersebut merupakan salah satu logical fallacy yang bernama strawman karena membuat interpretasi yang berbeda dengan makna pernyataan yang disampaikan ibu. Strawman fallacy adalah sebuah sesat pikiran yang terjadi ketika kamu memiliki argumen namun lawan bicaramu menyederhanakan argumen mu bahkan, lawan bicara mu dengan entah tidak atau sengaja salah mempresentasikan argumenmu agar bisa menyerang argumen yang kamu lontarkan.
2. Circular Argument
Apakah kalian pernah mendengar istilah “debat kusir”? Contohnya seperti:
“Dek, kamu kuliah juruan apa?”
“Jurusan ekonomi om.”
“Bukannya yang ngambil jurusan ekonomi sudah banyak ya? Kuliah lama-lama nanti susah loh cari kerja.”
Itu adalah logical fallacy yang disebut dengan circular argument, yaitu salah satu sesat pikir yang bisa membawa mu ke dalam sebuah prosess adu argumen yang berputar-putar dan tidak ada habisnya atau biasa disebut “debat kusir”. Argumen salah ini terjadi berdasarkan fakta yang adadan tidak akan ada habisnya jika diperdebatkan. Jadi, butuh sebuah aksi atau tindakan agar sesat pikir seperti ini mampu dipatahkan keberadannya.
3. Ad Hominem
Kamu sedang bertanya mengapa nilai pada satu soal yang kamu kerjakan tidak memiliki hasil yang bagus jika dibandingkan dengan teman-teman mu, padahal kamu mencarinya pada refernsi journal yang telah disarankan, "Bu, saya mau tanya, untuk pertanyaan ini bukannya faktor penyebab tidak efektifnya sistem pembelajaran online adalah karena sistem itu sendiri tidak mengikuti perubahan?"
"Anda dapet refrensi dari mana, nilaimu aja kemarin jelek."
Dari percakapan diatas bisa kita simpulkan, bahwa argumen yang disampaikan oleh pihak pertama tidak sejalan dengan argumen pihak kedua.
Itu adalah salah satu contoh logical fallacy yang ketiga, yaitu Ad Homimen (argumentum ad hominem). Ad Hominem adalah salah satu logical fallacy yang sering terjadi di lingkup mahasiswa hingga orang dewasa. Faktor penyebabnya ialah kurangnya pengetahuan argumentasi seseorang seperti selalu menjatuhkan citra pihak tertentu tanpa didasari dengan fakta yang jelas.
4. Appeal To History
Terakhir, ketika orientasi dimulai kita tidak asing ketika seseorang berkata, “Push up 50 kali jangan berhenti! Hukuman kalian ga sebanding dan ga seberapa, Dulu angkatan kita bisa 5X lebih berat dari sekedar push up!”. Jadi, mereka para “senior” merasa bahwa angkatan merekalah yang mendapatkan perlakuan orientasi paling kejam dan parah.
Sistem orientasi yang tergolong logical fallacy ini sudah dilakukan turun temurun dan segelintir orang menggangapnya hal yang biasa. Logical fallacy ini disebut dengan Appeal to History (argumentum ad antiquitatem), adalah sebuat sesat pikir yang dimana sebuah pernyataan yang disampaikan atau dilakukan pada masa lalu dianggap benar karena berkorelasi dengan sebuah tradisi atau preferensi historis. Pada dasarnya pelaku logical falacy satu ini beranggapan bahwa, mereka pendatang baru dapat memahami budaya atau tradisi yang telah dilakukan selama bertahun-tahun. Pola pikir seperti itu salah karena bersifat diskriminatif dan tidak semua orang bisa menerima perlakuan seperti itu.
Cara mengatasi logical fallacy
Banyak orang belum memahami konsep logical fallacy atau kesesatan berpikir, karena itulah sebuah argumen atau pendapat seseorang yang selama ini kita anggap benar namun ternyata menciptakan sebuah kesesatan berpikir. Kami mengubungi narasumber, Dosen Metodologi dan penelitian Fakultas Psikologi UNJ, Rahmadianty Gazadinda, S.Psi., M.Sc terkait dengan cara menyikapi logical fallacy itu sendiri.
“Salah satu penentu agar sesat pikir tidak terjadi saat berargumentasi adalah dengan mencari informasi yang logis dan sesuai dengan fakta serta mengetahui latar belakang dari informasi yang didapat agar argumen yang kita berikan kepada orang lain dapat bersifat [IS1] objektif,” jelasnya. Pentingnya mengetahui latar belakang dari sebuah informasi yang kita dapat juga sebagai salah satu penentu agar sesat pikir tidak terjadi di saat berargumentasi.
Sebuah argumen yang selama ini kita anggap benar namun ternyata salah penyebabnya adalah sebuah tradisi atau kebiasaan yang telah berlangsung turun temurun. Di saat itulah kita perlu mengambil tindakan bagi orang yang mengalami sesat pikir dengan cara asertif dan argumen logika berpikir yang tepat.
Kesimpulannya, agar seorang mahasiswa mampu terhindar dari logical fallacy adalah selalu pikirkan ulang, pikirkan dengan matang dan mendalam , serta pikirkan sebab akibat dari argumen yang ingin kita sampaikan. Selalu buka pikiran untuk berbagai macam ide baru, terima kekurangan dan kelebihan dalam bersosialisasi, jangan lelah untuk mengkritisi hal yang menurut kita itu adalah sebuah kesalahan, dan yang paling utama adalah jangan lupa untuk selalu belajar dari kesalahan orang lain agar kedepannya kita mampu membedakan hal yang benar atau salah. SIGMA TV/Miranda
Comments