SIGMA TV UNJ - Jumat (17/9/21) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai lembaga eksekutif dalam perguruan tinggi memiliki peran yang aktif. Peran tersebut mendorong dinamika BEM yang harus berjalan dengan semestinya. BEM pun acap kali melangkah dengan pergerakan yang kompleks.
Hal tersebut dapat dilihat dari BEM Universitas Negeri Jakarta. BEM UNJ tampak sangat lambat dalam melakukan pergerakan. Seperti ketika BEM UNJ menyuarakan dukungan kepada aksi BEM UI Jokowi The King of Lip Service.
Alfian, ketua BEM UNJ menyampaikan bahwa keterlambatan tersebut terjadi dikarenakan adanya kendala. Dimana salah satu divisi yang mengurus isu sosial politik sedang menggarap isu lain, yaitu isu Selamatkan KPK.
Karena hal tersebut, Didit Handika, seorang mahasiswa UNJ memberikan kritikannya terhadap kinerja BEM UNJ dalam sebuah artikel berjudul “Katronya BEM di Kampusku”. Perihal alasan mengeluarkan kritikan, Didit berkata bahwasannya manusia termasuk mahasiswa memerlukan kritik untuk menyadarkan akan situasi yang terjadi pada BEM.
Didit menilai saat ini BEM UNJ berada dalam keadaan yang pelik. Dimana tidak ada kegiatan bersifat lebih maju, aksi yang mengkritisi permasalahan di masyarakat, serta tidak ada inovasi baru yang diupayakan.
Tulisan yang mencuat di website Red Soldier ini menyatakan bahwa dalam BEM UNJ diterapkan satu sosok populis yang pada akhirnya terbentuk satu orang yang lebih mendominasi di suatu organisasi. BEM UNJ bahkan tidak memiliki tujuan yang terarah dalam setiap pergerakannya. Menurut Didit, sepatutnya suatu BEM memiliki tujuan yang terarah, terukur, dan visioner.
Begitu pun dalam budaya literasi, dimana pengurus BEM UNJ dianggap kuno karena hanya menggunakan kata yang stagnan.
“Mungkin kita akan sangat familiar dengan kata-kata seperti ‘Selamat Datang di Kampus Intelektual’ atau ‘Selamat Datang Pemuda Harapan Bangsa’ dan lain lain. Kalimat-kalimat seperti itu adalah diksi-diksi yang kuno, yang terus bergulir dari tahun ke tahun. Tidak ada pembaharuan ide, gagasan. Dari hal tersebut kita dapat melihat bahwa mereka ternyata faktanya tidak memiliki keragaman diksi. Keragaman diksi sendiri selalu berasal dari bagaimana keragaman mereka dalam proses membaca, termasuk mereka tidak membatasi bacaan mereka,” ujarnya.
Menilik situasi BEM UNJ yang runyam, Didit menuturkan harapannya. Ia berharap bagi siapapun yang ingin menyalonkan diri menjadi ketua BEM harus jauh dari sifat penokohan. Dimana sifat tersebut yang menjadi pemicu adanya sosok populis dalam BEM. Didit juga berharap agar pengurus BEM UNJ memiliki jiwa yang kritis, peduli terhadap isu-isu BEM di UNJ, serta senantiasa untuk tidak membatasi literasi.
"Karena menjadi BEM yang paling penting adalah mengadvokasi mahasiswa dan juga berperan di tengah-tengah masyarakat," ujar Didit.
Sedangkan BEM UNJ sendiri bersikap terbuka dalam menanggapi kritik tersebut. Pihak BEM UNJ menganggap bahwa sudah semestinya bagi BEM UNJ menerima kritik, saran, dan masukan. Jika kritik tersebut bersifat evaluasi, maka BEM UNJ akan berusaha untuk memperbaiki.
Ketua BEM UNJ menambahkan bahwa saat ini BEM UNJ sedang disibukkan oleh kegiatan aksi, penggalangan dana, pelaksanaan agenda rutin, dan program kerja.
Sepak terjang BEM UNJ sebagai lembaga eksekutif mahasiswa dapat membuahkan hasil berupa kritik. Terlebih jika terdapat mahasiswa yang berjiwa kritis, maka opini hingga kritik senantiasa melekat pada BEM UNJ. Sudah sepatutnya BEM UNJ memilah setiap kritik yang terlontar. Sigma tv/Syara
Comments