Jakarta – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menjadi trending topic di masyarakat terkait postingan yang diunggah di akun media sosial resmi miliknya. Postingan tersebut berisi kritikan terhadap presiden Indonesia, Joko Widodo. BEM UI menyebutkan bahwasannya Presiden Joko Widodo layak disebut sebagai The King Of Lip Service. Semua ucapan yang dikatakan olehnya mengenai revisi UU ITE, Omnibus Law, penguatan KPK, dan jaminan demokrasi tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
Buah dari postingan yang mencuat di media sosial ini, rektorat memanggil sederet pengurus BEM UI sebanyak sepuluh orang. Pemanggilan tersebut bertujuan untuk menyampaikan penjelasan perkara unggahan dan pernyataan terkait kesanggupan untuk menghapusnya. Hasil dari peristiwa ini, BEM UI memutuskan untuk tidak akan menghapus unggahan tersebut. Leon Alvinda Putra, ketua BEM UI menyampaikan bahwa unggahan tersebut mempunyai dasar mengkritik presiden dan BEM UI memiliki data yang akurat.
Kejadian tersebut dianggap sebagai bentuk pembungkaman terhadap tindakan demokrasi di UI. Menyikapi hal itu, beberapa universitas turut memberikan atensinya. Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyuarakan untuk ikut turut dalam aksi solidaritas terhadap hilangnya demokrasi di UI. Tidak hanya itu, BEM KM UGM juga menyatakan bahwa pihaknya mengecam segala bentuk pembungkaman pada kebebasan berpendapat dan berekspresi. Adapun BEM Malang Raya yang bahkan menyatakan bahwa bunyi dari istana hanya berupa bualan. Dalam menanggapi unggahan milik BEM UI, pihaknya menyatakan tidak ada yang salah dengan unggahan tersebut dan sesuai dengan fakta realitas yang ada.
Di samping itu, melihat aksi demokrasi saat ini di Indonesia yang kalut, bergerak tidak sejalan dengan hal yang semestinya, mendorong salah satu BEM level fakultas yakni BEM FIS UNJ untuk memberikan suara terhadap aksi yang dilakukan BEM UI. BEM se-FIS UNJ, Soldier FIS UNJ, dan Pusdima FIS UNJ secara tegas menyatakan sikap yang mendukung segala bentuk kritik dan aspirasi politik dalam ruang publik maupun media sosial, mengecam segala bentuk pembungkaman kebebasan berpendapat, mendesak pemerintah untuk menjamin kebebasan berpendapat sesuai UUD 1945, dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawal segala bentuk tindakan yang memberangus kebebasan berpendapat.
BEM UNJ menyatakan untuk mendukung segala bentuk aksi massa, media, dan kritikan elegan. Hal itu memberikan kejelasan bahwa BEM UNJ turut serta dalam mendukung keberanian yang dilakukan oleh BEM UI. Pihaknya bahkan mengungkapkan untuk turut andil dalam aksi solidaritas mendukung BEM UI. Menurutnya, tindakan yang dicerminkan oleh BEM UI ini merupakan upaya menyadarkan, mengingatkan atau memprotes kebijakan dan kejadian yang terjadi secara tidak relevan di Indonesia.
Akan tetapi, belum ada tindakan nyata yang dilakukan oleh BEM UNJ perihal mencuatnya julukan The King of Lip Service. Ketika diwawancarai, ketua BEM UNJ, M. Alfian Fadhilah memberikan pendapat bahwa pemimpin-pemimpin telah meremehkan apa yang dikatakannya dan perkataan mereka tidak direalisasikan secara nyata. "Ketika seorang pemimpin sudah tidak bisa dipegang lagi kata-katanya, lantas apa yang harus dipercayai darinya?" ujarnya.
Menilik aksi yang dilakukan BEM UI dan beberapa pendukungnya ini mencerminkan bahwa setiap rakyat Indonesia bebas untuk berekspresi. Kebebasan berekspresi dan berpendapat pada hakikatnya merupakan salah satu hak yang dimiliki rakyat Indonesia, termasuk civitas akademik UNJ. Sehingga sudah sewajarnya jika mereka memilih untuk menggunakan hak tersebut. Begitu pun dengan segala bentuk yang mengecam hak tersebut. Segala bentuk yang menjadi penghalang terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat harus ditindaklanjuti dengan upaya nyata, bukan dengan membisu dan berdiam diri.
Sigma Tv/Syara
コメント